Wakil Menteri BUMN mengungkapkan bahwa proyek LRT Jabodebek memiliki kesalahan desain yang cukup fatal. Salah satu kesalahan teknis yang disoroti adalah pembangunan lengkung jembatan bentang panjang di atas jalan Tol Dalam Kota di Kuningan, Jakarta Selatan. Kecepatan LRT harus melambat sebelum melewati jembatan tersebut, sehingga berpotensi meningkatkan kecelakaan. Kontraktor pembangunan, PT Adhi Karya, tidak melakukan simulasi dan perhitungan matang terkait tingkat kemiringan dan kecepatan LRT. Karena kesalahan ini, kecepatan LRT harus dibatasi hanya 20 km per jam. Jembatan lengkung LRT ini dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota, memiliki radius lengkung 115 meter, dan menggunakan beton seberat 9.688 ton. Proses pembangunan dilakukan dengan metode balanced cantilever tanpa membutuhkan penyangga di tengah. Estetika dan aspek fungsional jembatan ini juga dinilai kurang baik karena desain yang sempit.
Ringkasan:
– Proyek LRT Jabodebek mengalami kesalahan desain yang fatal.
– Jembatan lengkung LRT di atas jalan Tol Dalam Kota memiliki kesalahan teknis yang membuat LRT harus melambat sebelum melewatinya.
– PT Adhi Karya tidak melakukan simulasi dan perhitungan matang terkait tingkat kemiringan dan kecepatan LRT.
– Kecepatan LRT harus dibatasi menjadi 20 km per jam.
– Jembatan lengkung LRT dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota, dengan radius lengkung 115 meter dan menggunakan beton seberat 9.688 ton.
– Proses pembangunan menggunakan metode balanced cantilever tanpa penyangga di tengah.
KOMENPINTAR.com – Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo buka-bukaan soal proyek LRT Jabodebek yang menurutnya salah desain sejak awal.
Salah satu kesalahan teknis yang paling ia soroti adalah pembangunan lengkung jembatan bentang panjang atau longspan yang dibangun tepat di atas jalan Tol Dalam Kota di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Longspan LRT tersebut merupakan lintasan bagi LRT yang datang dari arah Timur atau sepanjang Jalan Gatot Subroto yang menuju ke arah Jalan Rasuna Said, atau sebaliknya.
“Kalau lihat longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan kan ada jembatan besar, itu sebenarnya salah desain,” beber Tiko, sapaan akrabnya, dikutip pada Rabu (2/8/2023).
Ia mengaku tak habis pikir dengan kontraktor yang membangun lintasan tersebut, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Ini karena BUMN karya tersebut tidak melakukan semacam simulasi dan perhitungan matang terkait tingkat kemiringan dan kecepatan LRT saat proses perencanaan.
Pembangunan lengkungan LRT tersebut memang banyak diapresiasi karena dibangunan dengan presisi yang sangat tinggi. Meski demikian, aspek fungsionalnya justru seolah terlupakan.
Dampaknya, LRT yang menuju ke Kuningan atau sebaliknya dari arah Jalan Gatot Subroto, harus melaju sangat pelan. Apabila kecepatan LRT tidak melambat sebelum longspan, maka berpotensi meningkatkan kecelakaan.
“Karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya, tapi dia enggak ngetes sudut kemiringan keretanya,” ungkap mantan Dirut Bank Mandiri tersebut.
“Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya itu lebih lebar tikungannya. Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up,” kata Tiko.
Dampak dari kesalahan teknis saat proses konstruksi ini tentu bisa merembet pada beberapa aspek. Misalnya saja pengaturan jadwal kereta LRT nantinya saat dioperasikan karena harus menyesuaikan dengan kecepatan trainset.
Ibarat nasi sudah jadi bubur, kecepatan kereta LRT yang harus melambat jadi konsekuensi yang harus diterima. Padahal hal ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila sebelumnya sudah diperhitungkan.
“Tapi karena tikungannya sekarang sudah terlanjur dibikin sempit, mau enggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget,” papar Tiko.
Sebagai informasi saja, jembatan lengkung itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota yang berada di ruas Kuningan, Jakarta Selatan dan membentang sepanjang 148 meter.
Longspan ini memiliki radius lengkung 115 meter serta menggunakan beton seberat 9.688 ton. Karena panjang dan rancangannya yang begitu presisi, lengkung LRT itu sempat menuai pujian.
Bahkan, lengkung LRT tersebut juga sempat diganjar rekor MURI karena berhasil membuat jembatan terpanjang di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
Proses pembangunannya dilakukan dengan metode balanced cantilever. Ini artinya, strukturnya dibangun dengan memanfaatkan efek keseimbangan yang membuat struktur dapat berdiri dan menahan beban sangat berat tanpa ditopang penyangga sementara.
Dengan memanfaat efek keseimbangan ini pula, maka selama pembangunan lengkung LRT, tidak membutuhkan pier tiang penyangga di tengah.
Terlebih penggunaan pier tidak memungkinkan karena lengkung LRT ini berdiri tepat di atas jalan Tol Dalam Kota dan jalan protokol di bawahnya sehingga sangat sempit.
Dari sisi estetika, penggunaan tiang di tengah-tengah juga dinilai kurang bagus. Proses konstruksi lengkung LRT ini adalah menggunakan box girder beton yang memiliki ciri khas berongga pada bagian dalamnya.
Dengan perhitungan yang sangat presisi, box girder ini kemudian dipasang dari kedua sisi hingga kemudian bisa bertemu atau saling menyambung di tengah atau tepat di atas jalan tol.
(Penulis: Yohanna Artha Uly | Editor: Akhdi Martin Pertama)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Komenpintar.com. Kunjungi Instagram kami “Komenpintar.com News Update”, caranya klik link https://www.instagram.com/komen.pintar, kemudian join.
#Kritik #Proyek #LRT #Salah #Desain #Wamen #BUMN #Belok #Harus #Pelan #Sekali
Klik disini untuk lihat sumber berita