Tok.. Tok.. Tok..! Spadaaa… Yuhuuu… Masih bersama Komar dalam Komen Pintar di sini! Gimana kabar kalian, Gaessss? Pastinya sehat always-slalu healthy, kan? Kemarin Komar sempet bahas tentang makan siang spektakuler yang di-present oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tiga capres (capres) di Istana Negara, hari Senin (30 Oktober 2023) kemaren. Udah baca, dong? Kalau belum, baca dulu gih biar kita satu frame. Hehehe…
Nah, ‘happy super-duper lunch’ kemarin tuh ternyata dapet banyak perhatian dan sorotan tajam ‘setajam-silet’, Gaes! Hehehe… Mulai dari kritik alus–kenceng, makna di balik pertemuan, gimmick politik, bahkan ada yang komentarin gestur dan mikroekspresi sampe tempat duduknya lho! Wis wis…buanyak deh!

Ah yang bener, Bang Komar?
Bener, lah! Komar pun bertanyeea-tanyeeaa sebenernya. “Lah, yang diundang makan siapa, yang komen banyak bener!” Hahaha. Gimans? Kita mulai, ya? Siapin dulu kopi sama cemilan favorit lo biar makin enak bacanya.
Cuss Bang Komar! Yuk, kita let’s go!
Kita mulai dari yang paling terdeket sama salah satu capres, ya. Yes, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Pada 30 Oktober 2023 kemaren, calon wakil presiden (cawapres) yang diusung Koalisi Perubahan itu bilang secara soft kalau Presiden Jokowi kudu buangetttt buat netral di Pilpres 2024 nanti.

Cak Imin reminded the President supaya bersikap adil seadil-adilnya ke semua tiga couples capres-cawapres yang bakalan berkompetisi, termasuk kepada putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Menurutnya, berbuat adil kepada siapapun (include anak sendiri) masuk ke dalam perintah agama.
“Islam mengajarkan harus adil meskipun kepada anaknya. Kalau ngaku Islam. Islam itu perintahnya adalah bersifat adil”,—Cak Imin
Hmm, adem banget ya Bang imbauannya cawapres kita yang satu ini. Btw, imbauan apa sindiran tuh Bang?
Arrkkhh… Komar no komen, ah! Silakan kamu persepsikan sendiri. Kabur mode:ON. Hehehe. Selain Cak Imin, partai pengusung Pakde Jokowi selama 2 periode juga kasih tanggapan nih, Gaes. U know lah parpol yang Komar maksud.
Oh ya Bang? Beneran tuh? Gimana ceritanya, Ngab?
Yup, respons tajam ini datang dari Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Partai, Komarudin Watubun. Abang Komar—toss dulu Bang nickname kita sama!—ini ngungkapin ada makna terbalik dalam pernyataan Presiden Jokowi terkait jamuan makan siang dengan tiga capres tersebut. Dia ngaku udah belajar segala pernyataan Jokowi selama sembilan tahun pemerintahannya dan nyebut bahwa statements RI 1 itu seringkali memiliki makna yang berlawanan.
Bang, rada gak mudeng nih. Maksudnya berlawanan gimana, ya? Btw, selamet ya Bang nama panggilannya sama! Hihihi.
Saaa aeee lo mangkok bubur! Hehehehe. As an example—ah elah Brittish beut—Bang Komar merujuk pada pernyataan Jokowi waktu masih jadi Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Gubernur Joko Widodo emoh maju sebagai calon presiden dan lebih baik ngurusin Jakarta sampe masa jabatannya kelar. Eh, ujung-ujungnya Jokowi setuju sebagai capres. Gitu maksudna, ceunah.

Nah, biar lebih mudeng, Komar spill pernyataan langsung dari Bang Komar tentang makna terbalik dan berlawanan itu. Komar comot dari Cnnindonesia.com ya, Gaes. Gini, nih, katanya:
“Beberapa waktu lalu ditanya soal anak-anaknya, ‘lah mereka (Gibran) baru berapa tahun jadi wali kota’, kan gak mungkin harus sekarang. Dia (Jokowi) dukung juga kan. Saya gak yakin Pak Jokowi besok enggak dukung anaknya,”—Komarudin Watubun
Komarudin juga kasih warning ke Ganjar dan Anies buat siap-siap dan harus mewaspadai pertemuan mereka di Istana karena presiden punya jurus ‘makna yang berlawanan’.
Nah, masih dari satu parpol yang sama—partai berlambangkan banteng bermoncong putih—politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus mengkritik undangan makan siang Presiden Jokowi terhadap tiga capres tersebut. Deddy ngerasa bahwa pertemuan itu seharusnya dilakukan sebelum munculnya kontroversi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang at the end memungkinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Kritik tersebut Deddy sampaikan saat ia menghadiri acara Rumah Aspirasi Relawan Ganjar di Jakarta Pusat, pada Selasa (31 Oktober 2023) lalu Gaes.
“Ya kalau makan siang wajar yah, biasa adat kita orang timur tuh suka makan siang yah. Tapi konteksnya apa sebenarnya menjadi tanda tanya pada kita. Saya kira gak cukup lah cuma makan siang, lalu menganulir semua keresahan dan kemarahan publik,”—Deddy Yevri Sitorus
Wiih, seru Bang. Terus, terus, ada sapose lagi Ngab?
Lain ladang lain belalang, tapi sama-sama punya belalang. Ehhh, salah yak? Selain dari PDIP, kritik juga dilontarkan oleh Ketua DPP Partai Keadlian Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera. Mardani menyebut makan siang itu seperti upaya Jokowi buat bersih-bersih citranya sebagai negarawan after pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo.
Anggota Komisi II DPR itu juga nekenin bahwa Presiden harus benar-benar netral dalam Pilpres dan gak boleh memihak kepada siapapun. Di sisi lain, politisi PKS itu sering denger opini-opini yang menyatakan it’s to be hard selaku Presiden ada di tengah karena anaknya maju lewat proses yang dinilainya gak wajar, Gaes.
“Apakah akan jadi cuci piring atau ini niat baik, kita lihat langkah selanjutnya. Dalam hal ini netralitasnya. Apalagi majunya (Gibran) tidak dengan, kalau bahasa saya, agak ini, lahirnya tidak normal pake sesar, sesar pisaunya lagi dicek,”—Mardani Ali Sera
Lunch Presiden dengan Tiga Capres sebagai ‘Political Gimmick’? So, What?
Bener-bener seru ya kritik yang datang politisi-politisi tersebut. Udah nih, Bang Komar?
Eitt tunggu, gak stop sampe di situ. Belom selesei, Gaes. Kalau tadi kita spotlight dari beberapa pernyataan politikus, ada juga nih sentilan-sentilun yang dateng dari outsider parpol like a analis politik, aktivis, pakar gestur dan mikroekspresi sampe ‘ahli’ simbol tempat duduk. Hihihi.
Wadidaw! Emang mereka ngomong apa aja Bang?
Outsider pertama dateng dari pakar komunikasi politik, Hendri Satrio. Doski nganggep undangan lunch ini gak punya empati sama sekali terhadap big cases yang masih panas bingit di kalangan masyarakat. Salah satunya putusan MK yang “ngelolosin” Gibran maju Pilpres taon depan nanti.
Pendiri lembaga survei KedaiKOPI (Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia) ini juga bertanyeeaa-tanyeeaa tentang keputusan capres Anies Baswedan yang datang ke undangan makan siang di Istana Negara. Hendri nganggep hal ini bisa ngebahayain image Anies dengan slogan “perubahan” yang diusungnya bersama Cak Imin dan koalisi.
“Ini jadi PR besar buat tim Anies Baswedan karena dengan hadirnya Mas Anies untuk makan bersama bisa nimbulin citra baru di masyarakat. Lho, katanya mau perubahan, tapi kok sama aja,”—Hendri Satrio

Selain Hendri yang sedikit nyentil Anies Baswedan, kritikan terhadap jamuan makan siang juga dateng dari seorang analis politik Universitas Nasional, Selamat Ginting. Doi secara terang-benderang bilang kalau jamuan makan siang ini cuma basa-basi alias GIMMICK POLITIK!
STOP dulu Bang Komar! Aduduh… Gak bahaya ta Si Selamat ngomong itu? Beneran selamat kan dia abis komen itu Bang?
Wadaw, Komar kureng paham dah. Selamat gak selamat bukan urusan Komar, sih. Urusan The Almighty GOD, Gaes. Yah, kita doain ajah Bang Selamat slalu selamat dan sehat. Ya, kan? Sebelum kita lanjut, lo udah tau belom artinya gimmick/ gimik itu apa? Okey, pelan-pelan ya. Komar ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) biar Komar gak dianggep ngadi-ngadi, nih.

Gimans? Dah tau artinya, kan? Kita lanjut ya, Gaes. Bang Selamat bilang jamuan makan siang itu jadi political gimmick karena gak bakalan bisa nurunin tensi politik yang semakin hari makin hot pasca keputusan kontroversial MK. FYI Gaes, putusan MK sekarang lagi disidang oleh Majelis Kehormatan MK.
“Mestinya jamuan makan itu dilakukan sebelum adanya skandal (putusan) MK. Sehingga semua calon presiden tidak terbebani dengan keputusan yang memalukan bangsa,”—Selamat Ginting

Setali tiga uang sama pernyataan Selamat. Ada juga pandangan yang nyebut bahwa jamuan maksi tersebut cuman gimik politik. Fritz Alor Boy, aktivis politik ini mengkritik makan siang yang dilakukan Presiden Jokowi dengan ketiga capres sebagai strategi politik untuk menangin dinasti politik Jokowi, terutama dalam konteks mulusin path to victory Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Fritz request ‘The Number One RI’ buat nyetopin semua gimik politik yang dianggapnya gak nguntungin semua pihak. Di juga minta masyarakat harus waspada terhadap permainan politik Jokowi.
“Makan siang itu bisa terbaca, kok. PDIP yang membesarkan beliau bersama keluarganya di dunia politik aja dikhianati apalagi yang lain. Selagi lagi terkait ‘siang-siang’ itu, jangan terjebak dan jangan termakan oleh rayuan Pak Jokowi,”—Fritz Alor Boy
Pesan Politik dalam Gestur dan Posisi Duduk Makan Siang
Asli Bang Komar, banyak juga ragam reaksi yang nongol setelah makan siang di Istana Negara ya. Itu karena gak diundang kali, Bang?
Wah…wah…wah… Jangan suudzon lah! Asli, Komar kurang tau dah tuh. Soalnya Komar juga gak dapet undangan makan siang keuleus! Hehehe. Karena Komar gak dapet lunch invitation, mendingan kita lanjutin ajah Gaes.
Okay, dari tadi kita udah ngobrolin para pengkritik acara makan siang Presiden Jokowi with para capres. Mulai dari soft banget sampe yang kuenceng abizz. Hehehe. Tetep slow, ya. Jangan kebawa suasana, lho! Selain para kritikus, ada pandangan lain tentang posisi tempat duduk di dalam meja Lazy Susan itu nih, Gaes.
Well, banyak opini dan asumsi berhamburan terkait hal ini. Buat sebagian citizen & netizen, posisi duduk Anies Baswedan yang berada di depan Jokowi dianggep jadi antitesis atau simbol pertentangan dari Jokowi.

Seorang analis gestur dan mikroekspresi, Monica Kumalasari mengamati posisi duduk tiga capres dan Presiden Joko Widodo selama makan siang tersebut. Ia menilai posisi Ganjar with Prabowo yang duduknya sebelahan langsung sama Jokowi mengisyaratkan bahwa RI 1 cuma ngedukung dua capres di sampingnya. Meanwhile Anies Baswedan duduk on the opposite side yang nandain posisi lebih jauh dari Jokowi.
Gak cuma itu aja, Gaes. Monica merhatiin bahwa Jokowi tampak lebih ikrib sama Ganjar dan Prabowo, dengan banyak senyuman dan kontak mata, sementara Anies cenderung jarang dilibatkan dalam interaksi tersebut.
Astaganaga Bang Komar! Boleh bagi nomernya Mbak Monica gak? Barangkali bisa bantuin ogut buat nentuin tempat duduk pas ketemu calon mertua nanti.
HUSSSH! Sembahrahangan ajah lo! Hehehe… Bercandyaa ya. Kita lanjut, okeh? Komar spill pernyataan Monica Kumalasari dari Wartakota.com nih, Gaes. Supaya gak ada dusta di antara kita, dan lo makin yakin hubungin Mbak Monica buat bantu permintaan lo tadi. Ehh…!
“Jika posisinya netral maka urutan duduknya itu sesuai dengan pendaftaran ke KPU RI. Maka dari kiri ataupun kanan Jokowi dimulai satu Anies, kedua Ganjar, dan ketiga Prabowo. Artinya yang mendapatkan tempat 90 derajat dari Jokowi atau di sebelah kiri dan kanan dari Jokowi Anies dan Prabowo. Posisi 90 derajat ini adalah posisi yang direkomendasikan bila kita mengacu pada proximity setting atau sensor proksimitas. Namun yang kita lihat kenyataannya adalah posisi Anies bersebrangan atau 180 derajat dari Jokowi di mana tata letak seperti ini biasa digunakan untuk konteks introgasi,”—Monica Kumalasari
Monica juga nambahin something nih, Gaes. Andaikata opini publik yang bilang kalau dua koalisi (Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud MD) ini dapet full support dari Jokowi, maka setting arrangement dari rencana tata letak tempat duduk itu bisa nguatin opini publik tersebut.
Ooh… Gitu Bang. Cuma bukannya analisis gestur itu harus diinterpretasikan hati-hati banget ya, Bang?
Wah tumben, nih, lo keren! Yes, bener banget! Soalnya gestur fisik dan interpretasi itu gak slalu ngegambarin keseluruhan dinamika dalam hubungan politik. Apalagi kita sama-sama tahu lah, yah namanya dinamika, sulit jika kita cari kepastiannya karena selalu bergerak dinamis.

Nah, kalau pandangan Monica Kumalasari negesin tentang posisi duduk Anies Baswedan yang seolah-olah jadi antitesis dari Jokowi, namun agak beda nih sama pernyataannya Direktur Institut Riset Indonesia, Dian Permata. Dian menilai posisi duduk Anies di pertemuan tersebut sebenernya ngirimin message khusus kepada Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Dian Permata ngejelasin bahwa pesen politik dari Jokowi kepada Anies adalah bahwa dirinya—sebagai kepala negara—gak bakalan ngeganggu proses yang dilakukan couples of AMIN. In other words, Jokowi pengen negesin bahwa Anies tetep dapet perhatian penuh even though disebut-sebut sebagai antitesis Jokowi. Ini juga bisa dianggep sebagai pesan bahwa Jokowi gak memihak siapapun itu dalam pemilihan capres nanti.
“Dalam pertemuan makan siang kemarin, pesan yang diberikan selain normatif yang sudah diketahui publik, Jokowi seakan ingin menegaskan dirinya saat ini masih menduduki posisi kepala negara di depan ketiga kandidat tersebut,”—Dian Permata
Nah, Bang Komar. Pak Ganjar kan duduknya di sebelah kanan Jokowi tuh. Itu nandain apa Bang?
Yup, betul banget posisi duduk Ganjar di kanan RI 1. Menurut Dian Permata, hal itu dianggap sebagai gesture of support yang akan diberikan Jokowi kepada couples of GoFud (Ganjar-Mahfud) yang didukung oleh PDIP. Isyarat dukungan ini tuh diperkuat dengan gak adanya pimpinan lembaga negara dari partai tersebut yang di-reshuffle Jokowi dalam kabinetnya.
Eh tunggu, Bang. Ada dong. Mantan menteri sosial kan kena reshuffle tuh?
Lah, itu mah bukan reshuffle Coy! Itu ya diganti karena mantan mensos berinisial Juliari Batubara itu jadi terpidana korupsi kan. Ah, gimane sih lo! Hehehe.
Omongin soal gestur yang dah diwakilin sama Monica Kumalasari maupun Dian Permata, ada juga pandangan yang ngebahas tentang gestur salaman para capres kepada Jokowi di jamuan lunch kemaren dan jadi perdebatan di media sosial.
Salah satunya ada Geisz Chalifah, nih, Gaes. Inget loh, namanya Geisz. Bukan Mia yak. Hehehe. Piss-lop-en-gaul, Gan! Ceritanya Geisz Chalifah tuh upload foto tiga capres bersalaman sama Jokowi di akun X-nya (Twitter), @GeiszChalifah.
Nah, terus doski cuit dah bahwa hanya ‘the one and only’ capres yang gak nunduk waktu bersalaman dengan penguasa! Begini cuitannya:
Hanya satu capres yang tidak menunduk ketika berhadapan dengan penguasa 😊👍🙏 pic.twitter.com/0IUBAq3D1N
— Geisz Chalifah (@GeiszChalifah) October 30, 2023
Walhasil, cuitan Geisz itu langsung disamber sama juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil meresponsnya dengan ngebandingin tindakan Anies Baswedan waktu cium tangan Ketum Partai Nasdem, Surya Paloh.
“Gak keren lah model kayak gini. Miskin narasi. Salam menunduk atau cium tangan itu adalah adab orang Indonesia. Itu harus dipertahankan. Seperti yang dilakukan Pak Anies ini,”—Dahnil Anzar Simanjuntak

Hihihihiiii… Bener kata orang-orang tua dulu ya Bang. Cuitan-mu, Harimau-mu.
Hehehe… Gitu dah, Gaes! Baek-baek dah lo kalau maen medsos di era informatika digital kayak skarang.
Well, makan siang Presiden Jokowi with tiga capres itu memicu beragam reaksi, pandangan dan spekulasi politik, Gaes. Yah, beberapa pihak ngerasa bahwa Jokowi kudu jaga netralitasnya as a kepala negara dan pemerintahan, while others ada yang ngeliat pertemuan ini sebagai strategi politik atau ekstrimnya jadi upaya ngebangun dinasti politik. Yang jelas kalau menurut Komar, perdebatan dan perbedaan pandangan ini tuh part of dinamika politik menjelang pemilihan presiden mendatang.
Okay so, kamu ada komentar apa nih? Ikut-ikutan mau kritik atau fine-fine aja? Nyang pasti yang pinter ya komennya. Jangan ada fitnah dan saling ngejelek-jelekin di antara kita dah intinya. Setoedjoeh kan, Gaess?