Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, menilai bahwa KPK telah mencari-cari kesalahannya dengan menjadikannya sebagai terdakwa kasus suap dan gratifikasi. Lukas berpendapat bahwa KPK tidak pernah menemukan bukti gratifikasi yang diterimanya. Dalam pleidoi-nya, ia juga menyebut bahwa semua unit kerja Pemprov Papua berjalan dengan baik selama ia memimpin, bahkan mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK sebanyak 8 kali. Lukas juga menyinggung sejumlah kasus suap yang melibatkan mantan penyidik KPK serta adanya pungutan liar di Rutan KPK. Jaksa KPK menuntut Lukas Enembe dipidana selama 10 tahun dan enam bulan penjara atas tindak pidana korupsi yang terbukti dilakukannya saat menjabat sebagai Gubernur Papua 2013-2023. Lukas juga dijatuhi pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dan diharuskan membayar uang pengganti sejumlah Rp 47.833.485.350.
Ringkasan:
– Lukas Enembe menilai KPK mencari-cari kesalahannya dengan menjadikannya terdakwa kasus suap dan gratifikasi.
– Tidak ada bukti gratifikasi yang diterima oleh Lukas.
– Pemprov Papua mendapatkan status WTP 8 kali.
– Lukas menyinggung kasus suap yang melibatkan mantan penyidik KPK.
– Adanya pungutan liar di Rutan KPK.
– Jaksa KPK menuntut Lukas dengan hukuman 10 tahun dan enam bulan penjara, serta pidana denda dan uang pengganti.
JAKARTA, KOMENPINTAR.com – Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencari-cari kesahalannya dengan menjadikannya sebagai terdakwa kasus suap dan gatifikasi.
Hal ini disampaikan Lukas dalam pleidoi atau nota pembelaan pribadi yang dibacakan oleh kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Lukas menilai, KPK tidak pernah bisa menemukan bukti gratifikasi yang diterima olehnya.
“Jumlah penerimaan hadiah atau gratifikasi yang terus berubah telah membuktikan bahwa sebenarnya KPK masih mencari-cari kesalahan saya, sehingga tidak dapat memastikan apakah telah benar saya menerima Gratifikasi,” kata Petrus membacakan pleidoi Lukas.
“Dengan adanya dakwaan yang penuh keraguan ini, maka saya harus dibebaskan, tidak perlu dicari-cari kesalahan saya,” ucap dia lagi.
Dalam pleidoi itu, Lukas mengatakan bahwa semua unit kerja, atau satuan kerja Pemprov Papua berjalan baik selama ia memimpin.
Bahkan, Pemprov Papua mendapatkan status wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak 8 kali.
Menurut dia, KPK boleh saja berargumentasi bahwa adanya WTP dari BPK bukan sebagai jaminan tidak adanya tindak pidana korupsi.
Namun, menurut Lukas, pernyataan KPK tersebut seolah-olah meniadakan keberadaan BPK yang bekerja berdasarkan undang-undang.
Padahal, kata Lukas, KPK juga menggandeng tenaga ahli dari BPK dalam menghitung kerugian negara suatu kasus.
“Tetapi ketika BPK mengeluarkan suatu produk semisal WTP, produk tersebut diragukan oleh KPK. Mungkin sudah benar stigma yang menyatakan bahwa instansi yang benar dan bersih hanyalah KPK,” kata Lukas.
Dalam momen ini, Lukas Enembe menyinggung kasus mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju yang terjerat suap dari 5 pihak, yaitu Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial; suap dana alokasi khusus Lampung Tengah dari Aziz Syamsuddin; penanganan kasus korupsi Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari; suap dari Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna; dan dari terpidana korupsi lahan di Sukabumi, Usman Effendi.
Gubernur Papua 2013-2023 ini juga menyinggung adanya pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara KPK (Rutan KPK).
“Selama saya dalam tahanan, tersiar kabar ada pungutan liar dalam Rutan KPK. Saya hanya bertanya, apa kabar tentang isu pungutan liar di dalam Rutan KPK? Apakah didiamkan saja karena menyangkut orang-orang di KPK? Sedangkan orang-orang di luar KPK harus dicari-cari kesalahannya. Mari bersih-bersih dari diri sendiri,” tutur Lukas.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Lukas Enembe dipidana selama 10 tahun dan enam bulan penjara.
Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi ketika dirinya menjabat sebagai Gubernur Papua 2013-2023.
Jaksa KPK menilai, Lukas Enembe terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Selain pidana badan, Gubernur Papua dua perioder itu juga dijatuhi pidana denda sejumlah Rp 1 miliar.
Lukas Enembe juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 47.833.485.350.
Dalam perkara ini, Gubernur Papua dua periode itu dinilai terbukti menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Komenpintar.com. Kunjungi Instagram kami “Komenpintar.com News Update”, caranya klik link https://www.instagram.com/komen.pintar, kemudian join.
#Dalam #Pleidoinya #Lukas #Enembe #Singung #Kasus #Eks #Penyidik #KPK #dan #Pungli #Rutan
Klik disini untuk lihat sumber berita