Menikmati panorama perjalanan melalui kereta panoramic? Kamu pernah mencobanya?
Desember lalu, tepat sehari sebelum Natal, PT KAI memperkenalkan produk baru berupa gerbong penumpang berjendela lebar di kedua sisi dan atapnya, kursi khusus yang bisa diatur dengan remot, dan tambahan layanan kuliner dan selimut gratis. Produk baru ini disebut sebagai kereta panoramic.
Lalu, gimana awal mula PT KAI bisa memiliki gerbong baru ini, ya?
Direktur Utama PT Industri Kereta Api (INKA), Budi Noviantoro melansir INKA sudah diminta oleh KAI membuat gerbong dengan spesifikasi panoramic sejak tahun lalu. INKA pun membuat purwarupanya, yang kini menjadi lokasi restoran bertema kereta api di objek wisata eks-jalur KA Madiun-Ponorogo.
Namun, kereta rancangan INKA itu belum dipakai PT KAI. Saat ini gerbong panoramic yang kini digunakan PT KAI, merupakan hasil modifikasi Balai Yasa Surabaya. Yang membedakan gerbong panoramic buatan INKA dan rancangan Balai Yasa KAI adalah konfigurasi dan dimensi jendela serta interiornya.
Belum jelas mengapa PT KAI enggan menggunakan produk buatan INKA, namun Budi Noviantoro mengatakan, pada dasarnya perusahaannya sudah mampu memproduksi gerbong panoramic jika ada pesanan.
Kembali ke peluncuran kereta panoramic PT KAI, sejauh ini, gerbong tersebut disatukan dengan rangkaian KA Taksaka rute Jakarta-Yogyakarta, setidaknya hingga 8 Januari 2023. Saat ini PT KAI memang baru sekadar melakukan uji coba kereta panoramic.
Menurut juru bicara PT KAI, Joni Martinus, tujuan dari uji coba ini untuk mengetahui minat konsumen. Jika ternyata peminat dan potensi pasarnya bagus, bisa jadi produk kereta panoramic juga akan tersedia di rangkaian KA pada rute lainnya. Kira-kira, rute mana aja, nih, yang cocok untuk dijadikan jalur kereta panoramic?
Tunggu! Bukankah memang produk baru perlu dites dulu potensi pasarnya? 🙂 Meski memang, bisa saja, produk ini hanya ramai di awal karena banyak orang yang penasaran dan ke depannya malah sepi peminat. Bisa juga karena PT KAI menggunakan gerbong sendiri–biaya yang dikeluarkan murni dari kas perusahaan–kalau ternyata gak laku, mungkinkah gerbong panoramicnya dijual ke luar negeri?

Sebelum ada kereta panoramic, PT KAI juga punya produk kereta mewah lain yang disebut Priority yang harganya hampir mirip dengan kereta panoramic, tapi dengan jumlah kursi lebih sedikit (28 kursi per gerbong).
Kereta priority ini biasanya disambungkan dengan rangkaian kereta eksekutif, seperti Sembrani jurusan Jakarta-Surabaya, Argo Muria jurusan Jakarta-Semarang, Argo Parahyangan jurusan Jakarta-Bandung, dan Argo Wilis jurusan Jakarta-Bandung-Yogyakarta.
Walau begitu, tetap aja nih, ada sejumlah catatan atas peluncuran kereta panoramic ini. Salah satunya dari Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Ir Djoko Setijowarno, MT. Menurutnya, kereta panoramic kemungkinan sulit diterapkan di semua rute KAI. Mengingat spesifikasi kereta yang berjendela besar, maka kereta ini lebih cocok digunakan di rute-rute pegunungan, yang tanpa risiko cuaca panas.
Kebayang gak kalau kereta ini digunakan di jalur Pantai Utara Jawa pada siang hari? :))
Soal aspek keamanannya. Bukan rahasia lagi bahwa kasus pelemparan batu ke arah rangkaian kereta masih kerap terjadi. Ini yang harus diperhatikan betul-betul oleh KAI, bagaimana menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang.
Hal ini juga jadi tantangan buat PT KAI, bagaimana menjaga minat konsumen setelah euforia kereta panoramic ini menurun? Kekhawatiran serupa juga terjadi pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sebetulnya. Sejumlah ahli transportasi sempat mengatakan, kalau harga tiketnya kemahalan, bisa-bisa kereta cepat hanya ramai di awal, karena orang sekadar ingin mencoba. Tapi soal kereta cepat, kita bahas lain kali ya. 😁