Isu adanya perusahaan nakal yang bisa menanam sawit di kawasan hutan tanpa pelepasan Hak Guna Usaha (HGU) kian memanas. Hal ini memantik komentar tokoh publik yaitu aktivis Anti Korupsi DPP LIRA, Hadi Purwanto. Secara garis besar, Hadi memperingatkan bahwa masih terdapat beragam praktik yang tidak sesuai dengan hukum serta peraturan perundangan di berbagai daerah di Indonesia.
Hadi Purwanto menjelaskan seharusnya pemerintah, dalam hal ini termasuk Kejaksaan Agung, Kapolri hingga KPK segera memeriksa dan melakukan penindakan tegas dalam praktik-praktik penyelewengan di sektor sawit dalam negeri.
“Ini adalah momentum kesempatan Pemerintah dalam menunjukan kehadirannya demi keadilan rakyat. Pelaku-pelaku praktik demikian tidak mungkin dilakukan perorangan, namun cenderung hanya dapat dilakukan oleh Korporasi. Mari kita buktikan, Hukum Indonesia tajam keatas dan kebawah!” tegas Hadi.
Berdasarkan paparan Hadi dan juga temuan dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) serta Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI), diketahui ada 8 perusahaan Sawit di Dumai seluas 75.378 HA yang beroperasi di wilayah hutan tanpa pelepasan HGU. Ironinya, setengah wilayah tersebut yaitu 47.479 HA tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Aksi nakal dari perusahaan sawit ini terindikasi melanggar banyak peraturan perundang-undangan Indonesia.
“Perusahaan-perusahaan itu setidaknya sudah melawan Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Selain itu ada pula sinyal pelanggaran UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Kehutanan,” urai Hadi Purwanto.
Aktivis yang juga menjadi Kandidat Wakil Presiden DPP LIRA ini menyampaikan bahwa ada juga pelanggaran UU No. 5 thn 1960 mengenai Pokok Pokok Agraria, PP No 40 thn 1996 berisi Hak Guna Usaha, “Ditambah lagi mereka tidak sesuai Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Nasional.”
Sedangkan pihak yang menemukan adanya dugaan kecurangan dari perusahaan sawit di Dumai yaitu pihak CERI, melalui Direktur eksekutif CERI Yusri Usman, telah melayangkan surat konfirmasi tertulis ke CEO Surya Dumai Group, Marthias Fangiono pada 25 Juni 2022 dan diberikan tenggat hingga 28 Juni 2022.
Surat tersebut bernomor 08/EX//CERI/VI/2022 dan tentunya dilayangkan dengan menimbang kesesuaian aturan Undang-undang yaitu Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun hingga waktu berakhir, Marthias disebut Yusri tak juga memberikan keterangan apapun.
“Kami telah meminta konfirmasi dan informasi tentang kewajiban semua perusahaan di bawah bendera Surya Dumai Group terkait izin Pelepasan Kawasan Hutan dan HGU yang sejak dahulu hingga terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Denda Administratif yang Berasal dari Bidang Kehutanan. Tapi hingga saat ini mereka bungkam,” ungkap Yusri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/6/2022).
Surat ini juga Yusri tembuskan ke beberapa pihak terkait dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri ATR/BPN, Dirjen Gakkum KLHK dan DLHK Provinsi Riau.