Elon Musk, seorang biliuner cum revolusioner pendiri pabrik mobil listrik Tesla rupanya masih memiliki impian. Di balik kesuksesannya, cita-cita Elon Musk rupanya ada yang terbaru! Beredar kabar, dirinya ingin membangun pabrik di Indonesia tepatnya pabrik baterai mobil listrik.
Mengapa pada akhirnya Elon Musk berencana membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia? Mari kita jelaskan ke belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar. Perlu diketahui, nikel merupakan komponen utama dari pembuatan baterai mobil listrik. Tak kaget jika cita-cita Elon Musk yang terbaru tersebut dipanjatkan di Indonesia
Menurut CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, lima tahun sebelumnya komoditas nikel memang belum gemilang. Namun, mulai tahun ini hingga 2025, harga nikel akan meroket. Diprediksi, harga nikel akan menyentuh US$25.000 per ton. Sedangkan tahun 2030, mendekati US$30.000 per metrik ton.
Semakin banyak pengguna mobil listrik, maka semakin banyak pula permintaan nikel. Ini adalah kabar baik bagi Indonesia sekaligus produsen olahan nikel. Namun naiknya permintaan tersebut tidak diimbangi dengan meningkatnya pasokan.
Alexander memaparkan, nikel di masa depan akan menjadi bagian dari ekonomi Indonesia yang perlu dijaga dengan baik. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Terbukti dengan hadirnya kabar bahwa Tesla berencana membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia, tepatnya di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Inilah cita-cita Elon Musk yang bisa menjadi hubungan simbiosis mutualisme antara Indonesia dengan Tesla.
Namun patut diingat kembali, seperti kata Alexander Barus, komoditas nikel harus dijaga dengan baik. Menurut Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yunus Saefulhak, cadangan nikel Indonesia mencapai 1,08 miliar ton dan hanya dapat bertahan sekitar 9 tahun. Sedangkan cadangan nikel Indonesia diprediksikan mencapai 4,5 miliar ton hingga produksi 39 tahun ke depan.
Maka dari itu, pemerintah sempat menghentikan ekspor bijh nikel. Hal ini dikarenakan pemerintah mendorong ekspor nikel berbentuk produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih. Dengan pemberian nilai tambah, maka hasil yang didapatkan juga lebih banyak. Seperti pada pengolahan bijih nikel menjadi stainless steel slab dan bahan baku baterai mobil listrik.